Sabtu, 16 Mei 2009

13 Kiat Meraih Berkah dalam Usaha


Oleh : Abdurrahman Yuri RG

Keberkahan adalah harga mutlak saat meniti dunia usaha. Apapun jenisnya, berkah atau tidak usaha tersebut, hendaknya menjadi goal yang diagungkan. Usaha yang dikerjakan, tidak hanya berputar masalah untung rugi dalam hitungan duniawi. Namun ia juga harus dibumbui oleh nilai-nilai ukhrawi, yaitu keberkahan. Karena berkah oriented adalah sebuah deklarasi seorang hamba yang mendambakan ketenangan dan ketentraman dalam hidup.

Sebagaimana sebuah hadist yang mengatakan, ”barang siapa yang memudahkan urusan seseorang, maka Allah swt akan memudahkan urusannya”. Hendaknya hadist tersebut menjadi tuntunan dalam menganyam usaha yang berkah. Usaha yang mendatangkan keselamatan dan rahmat dari Allah swt.

Lalu mengapa harus menempatkan keberkahan dalam berusaha, sebagai asas utamanya? Jawabnya karena dengan keberkahan, berbagai manfaat akan dapat kita tuai.

Diantaranya adalah hati yang tenang, nyaman dan kokoh dalam keyakinan kepada Allah. Selain itu, pertolongan Allah pun akan mudah mengalir dalalam setiap aspek kehidupan. Begitu juga dengan kemudahan dalam beribadah, akan menjadi salah satu manfaat dari usaha yang berkah. Ibadah yang dikerjakan, akan menjadi ringan, tanpa kesulitan yang berarti.

Manfaat yang lain, kerja yang dilakukan akan menjadi efektif dan efisien. Tidak ada yang terbuang percuma. Semuanya menjadi straight to the point, karena apa yang dilakukan, senantiasa dalam tuntunan Allah.

Dan yang paling penting, keselamatan dunia akhirat menjadi jaminan dan janji Allah akan setiap usaha yang dialiri oleh nilai-nilai keberkahan.

Jadi, mengapa masih meragukan pentingnya nilai keberkahan, bila begitu banyak manfaat yang dapat dituai?

Karenanya, dalam tulisan ini akan disampaikan 13 kiat bagaimana meraih keberkahan dalam usaha, yaitu:

Pertama, pengetahuan dan keterampilan.

”Apabila urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya” (HR. Bukhari). Hadist ini menegaskan bahwa kunci dari usaha yang berkah adalah ilmu. Jadi, saat akan memilih seseorang, haruslah dilihat kredibilitasnya. Layak atau tidak ia ditempatkan dalam posisinya. Ini harus dicamkan sebaik mungkin. Sebab, banyak usaha yang bangkrut atau merugi, karena menyerahkan pengelolaannya pada orang yang tidak ahli.

Kedua, niat.

Apa yang membedakan antara sholat shubuh dengan sholat tahyatul masjid? Tentu saja pada niatnya, karena jumlah rakaat di kedua sholat tersebut, sama-sama dua rakaat. Begitu juga dalam melakoni dunia usaha. Jangan sampai niat dalam berusaha, tereduksi hanya sekedar mencari uang atau hal-hal yang berbau materi. Amatlah merugi! Sebab banyak orang yang amalnya lepas-lepas begitu saja karena tidak pakai niat. Hendaknya setiap usaha, dipayungi oleh niat untuk taat dan kenal kepada Allah. Yang akhirnya membawa pada semakin kuatnya keyakinan akan janji dan jaminan Allah

Ketiga, taqwa.

Dalam surah At Thalaq: 2-3, Allah berfirman, “ Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya (Allah) akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka”. Itulah kekuatan dari takwa, dengan menyerahkan segala urusan pada Allah, maka Allah yang akan menyelesaikan urusan tersebut. Ikhtiar yang dilakukan, hendaknya dipahami sebagai bentuk usaha manusia, bukan sebuah kepastian terselesainya suatu urusan.

Keempat, kejujuran.

Rasullullah pada seribu empat ratus tahun yang lalu, telah dikenal dengan panggilan al-amin (yang dipercaya), atas kejujurannya. Ini menunjukkan keutamaan dari kejujuran dalam hidup. Begitu juga dalam dunia usaha. Jangan gadaikan hidup dengan ketidakjujuran. Orang yang tidak jujur akan ditinggalkan dan dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya. Dunia usaha yang dibangun atas dasar kepercayaan, akan membuat orang yang tidak jujur, tertolak keberadaannya. ”Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan kedustaan menimbulkan keraguan” (HR. Tirmidzi).

Kelima, tekun (istiqamah).

Ketekunan atau istiqamah mendatangkan karamah (kemuliaan). Dalam dunia usaha, hal ini juga berlaku. Tidak ada satu pun usaha akan berhasil, jika tidak ditekuni. Jadi kuncinya adalah tekun. Yang berarti fokus dalam mengelola usaha yang saat ini dilakukan. Karena dominan masalah dalam dunia usaha, adalah kurangnya ketekunan.

Keenam, tawakal.

Bila kita di dalam jurang, dan hanya ada seutas tali yang tergantung erat. Apa yang harus dilakukan? Tentu saja kita berpegangan kuat pada tali tersebut. Sebab kita tahu, tali itu lah yang akan menyelamatkan kita. Itu juga berlaku pada konsep tawakal. Dengan berserah diri hanya kepada Alllah, maka yakinlah bahwa Allah mengurus rejeki kita. Ini adalah aplikasi dari konsep tauhid. ”Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan keperluannya” (QS. Ath. Thalaq:3).

Ketujuh, bangkit lebih pagi.

Usahakan tidak tidur ba’da shubuh. Karena keberkahan dan rejeki ada saat selesai sholat shubuh hingga fajar menjelang. Perbanyak aktifitas atau sedekah. Kebiasaan ini tidak hanya membawa keberkahan atas usaha yang dilakukan pada siang harinya, tapi juga akan membuat kita siap menghadapi tantangan pada hari itu.

Kedelapan, dzikrullah.

Senantiasa melafazkan dzikir, akan mendatangkan banyak manfaat. Menghiasi hari dengan mengingat Allah, akan menjauhkan diri dari tipu daya setan. Ucapan dzikir seperti, ya Fattah, itu membuka urusan. Ya Rozak, itu yang membuka pintu rejeki. Bisa juga dengan istiqfar, yang banyak manfaatnya. Seperti diampuni dosa, diberikan ketentraman dan diberikan rejeki dari arah yang tidak di duga-duga.

Kesembilan, syukur.

”Jika kalian bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat itu kepada kalian dan jika kalian ingkar, maka siksa Ku amat keras” (QS. Ibrahim:7). Ini adalah janji dan jaminan Allah. Perilaku yang tidak hanya mengantarkan pada rahmat Allah, namun juga kasih-Nya.

Sepuluh, toleransi.

Bentuknya bermacam-macam. Diantaranya dengan mempermudah orang yang berhutang. Bila ia belum mampu melunasinya, dalam Islam diajarkan untuk menangguhkan waktu pelunasannya, kalau perlu di bantu, atau dikurangi. Bila memungkinkan, hutang tersebutkan dihalalkan. Jika ada hutang yang dihalalkan, lihat saja pertolongan Allah nanti seperti apa. ”Allah Mengasihi orang-orang yang longgar apabila menjual dan apabila membeli dan jika menagih hutang” (HR. Bukhari).

Sebelas, zakat dan infaq.

Jika ingin terbukanya pintu rejeki, harus membukakan pintu sedekahnya. Jangan khawatir akan kekurangan, karena tidak ada ceritanya, ada orang yang menjadi miskin karena mengeluarkan hartanya untuk zakat, infak atau pun sedekah.

Duabelas, qanaah.

”Bukannya kekayaan itu karena banyaknya harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kaya jiwa” (HR. Bukhari Muslim). Yakinilah ini dan jadikan sifat qanaah (merasa cukup) sebagai sikap hidup dalam melakoni dunia usaha. Dengan begitu, insya Allah keberkahan rejeki akan menghampiri.

Tigabelas, silaturrahmi.

Kadang kala kita berdoa minta rejeki, tapi kita sendiri yang menolaknya. Oleh Allah didatangkan rejeki lewat konsumen, namun tertolak karena perilaku kita. Karenanya jangan mengusir konsumen dengan perilaku negatif. Hormati dan perluas silaturrahmi. Itu dapat membuka jalan bagi datangnya rejeki.

Semoga dengan 13 kiat ini, keberkahan di dunia usaha akan terwujud. Sebagaimana ikrar bahwa hidup dan mati hanya untuk Allah, maka keberkahan adalah hasil nyata akan kebenaran dari ikrar tersebut. Ikrar yang menuju keselamatan dunia akhirat. (Abdurrahman Yuri RG, Pembina Yayasan Daarut Tauhiid).

Sumber :
http://www.dpu-online.com/index.php?artikel/detail/13/1537/artikel-1537.html
17 Mei 2009

Sumber Gambar :
http://media.photobucket.com/image/kerja%20keras/firaprasa/LuarBiasaBlogger.jpg

10 Amalan Agar Murah Rejeki


10 Amalan berikut akan membantu anda menjadi lebih banyak rejeki, bisnis lebih lancar dan hidup lebih berkah. Inilah 10 amalan yang perlu anda lakukan bila anda serius ingin memperlancar rejeki anda.

1. Bersedekah
Ini sesuai dengan janji Allah dalam Surat Al Baqarah ayat 261: . “Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

2. Istighfar
“…Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampung, niscaya Dia akan mengirimkan huja kepadamu dengan lebat dan membanyakkan harta dan ank-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) sungai-sungai. (QS. Nuh, ayat 10-12)

3. Memiliki Sifat Taqwa
“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.” (QS. At Thalaq, ayat 2)

4. Bertawakkal
Digambarkan dalam sebuah hadist: “Seandainya kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, pasti kamu diberi rezeki sebagaimana burung yang diberi rezeki, ia pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang petang hari dalam keadaan kenyang.” (Riwayat Imam Ahmad, At-Tarmizi, Ibnu majah, dll).

5. Menyempatkan Diri Untuk Beribadah.
Dari Abu Hurairah, bahwa Baginda Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah telah berfirman: Wahai anak Adam, sempatkanlah untuk menyembahku, maka Aku akan membuat hatimu kaya dan menutup kefakiran (kemiskinan)mu. Jika tidak melakukan maka Aku akan penuhi tanganmu dengan kesibukan dan Aku tidak menutup kefakiranmu. (Riwayat imam Ahmad, At Tarmizi, dll).

6. Mengerjakan Haji dan Umrah
Rasulullah SAW. telah bersabda: “Ikut sertakanlah antara haji dan umroh. Sesungguhnya keduanya itu menghapuskan kefakiran (kemiskinan) dan dosa seperti dapur api menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala bagi haji dan umrah melainkan syurga.” (Riwayat Imam Ahmad, at Tarmizi, An Nasai, Ibdu Khuzaimah, dll)

7. Berbuat Baik kepada Orang Lemah.
“Tidaklah kamu diberi pertolongan dan diberi rezeki melainkan karena orang-orang lemah di antara kamu.” (Riwayat Bukhari).

8. Hijrah di Jalan Allah
“Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak…” (QS. An Nisa, ayat 100).

9. Silaturrahim
“Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dilambatkan ajalnya, maka hendaklah dia menghubungi sanak saudaranya.” (Riwayat Bukhari)

10. Berdo’a
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, katanya: “Rasulullah SAW bersabda, siapa yang mempunyai keinginan lalu dia memintanya kepada manusia maka keinginannya itu tidak dimudahkan. Dan barangsiapa yang mempunyai keinginan dan memintanya kepada Allah maka Dia akan mendatangkan rejeki kepadanya atau panjang umur.”

Demikianlah sepuluh amalan pembuka pintu rejeki ini, Semoga kita dapat melaksanakanya dengan baik dan benar.

Sumber :
http://katalogmuslim.com/blog/akhlaq-islami/10-amalan-agar-murah-rejeki/
17 Mei 2009

Sumber Gambar :
http://gp-ansor.org/wp-content/uploads/2008/07/cover-buku-sedekah.jpg

Rejeki, Usaha dan Ikhtiar


Oleh : M. Eko Purwanto

Hampir dua minggu ini, HP Anto berdering nyaring. Sampai hapal di luar kepala, nomornya. Siapa lagi kalau bukan debt collector, yang setiap hari tanpa jemu, menagih tunggakan cicilan pinjamannya. Sudah dua bulan ini, Anto tidak menyisakan uang sepeserpun untuk memenuhi kewajiban, pada kartu kreditnya dan pinjamkan tanpa agunannya. Kapan pun dan dimanapun, Anto berada, debt collector tidak henti-hentinya menanyakan, “Kapan bapak bisa melunasi tagihan!”

Pengalaman Anto ini, menjadi cermin untuk kita renungkan bersama, bahwa dalam diri kita ada dua kehendak (keinginan), yang satu sama lain, saling bertolak belakang. Keinginan tersebut adalah keinginan menurut pikiran dan keinginan hati nurani (jiwa). Sementara, saya membatasi keinginan adalah sebagai suatu kecenderungan atau dorongan yang kuat atas apa yang akan kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan, baik secara lahir maupun batin.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dihadapkan oleh beribu-ribu keinginan. Menurut para pakar psikologi, keinginan manusia berbanding lurus dengan proses berfikirnya. Dalam sehari semalam, selama 24 jam, manusia mampu menghimpun keinginannya antara 60 ribu sampai dengan 65 ribu keinginan. Betapa banyaknya keinginan manusia tersebut? Pantas saja, manusia tidak pernah puas atas apa yang diinginkannya, karena keinginannya selalu berubah setiap detiknya.

Apakah kita tidak boleh memiliki keinginan? Tentu saja boleh-boleh saja. Keberadaan pikiran manusia, adalah untuk mengumbar keinginan, apa saja, untuk kemajuan kehidupan manusia itu sendiri. Dan eksistensi pikiran manusia juga, berguna untuk memilah dan memilih, mana keinginan yang sesuai untuk dirinya, sesuai untuk potensinya, sesuai untuk kemampuan pikirannya. Makanya ada ungkapan, bahwa Allah Swt, akan memberi cobaan kepada manusia, sesuai dengan kemampuannya. Artinya, manusia akan mengalami berbagai macam cobaan sesuai dengan akal pikirannya.

Apapun yang dipikirkan manusia adalah bentuk asli keinginannya. Sebagai contoh, seseorang berpikir sedih dan penderitaan, maka ia sebenarnya menginginkan kesedihan dan penderitaan itu datang kepadanya. Orang berpikir bahagia, gembira dan menyenangkan, pada hakekatnya ia menginginkan kebahagiaan, kegembiraan dan kesenangan. Seseorang berpikir tentang uang yang setiap bulan kurang, maka iapun sedang menginginkan kekurangan uang pada dirinya, setiap bulan. Jika ia berpikir tentang keberlimpahan uang setiap hari, maka hakekatnya ia menginginkan keberlimpahan harta setiap harinya.

Ngomong-ngomong tentang rezeki, masih banyak sebagian kita menganggap bahwa rezeki, kadang datang ke dalam hidup kita, dan kadang-kadang menjauh dari hidup kita. Maka kemudian persepsi kitapun menyimpulkan bahwa sholat Dhuhalah yang mampu menghadirkan rezeki. Bahkan selesai sholat dhuha, kita dianjurkan untuk membaca do’a kepada Allah Swt., untuk menghadirkan rezeki. Dalam pemahaman yang awam, okelah kita bisa merutinkan sholat dhuha, namun perlu kita maknai bahwa rezeki bukan dari sholat dhuhanya, rezeki tetap berasal dari allah Swt. Apakah rezeki bisa digunakan sebagai alat, untuk sementara bolehlah, tetapi untuk selanjutnya kita perlu mengkaji apapun yang kita lakukan di dunia ini, asalkan tetap untuk kebaikan dan kemaslahatan manusia, itupun juga alat untuk bisa menarik rezeki. Nah, kalau kita sudah paham sampai disini, pemahaman kita akan meningkat bahwa tidak ada hubungan langsung antara usaha dengan rezeki, kenapa begitu? Sampai disini, kalau sekiranya belum paham, mohon jangan dilanjutkan. Perlu ada referensi lain untuk melengkapinya agar tidak salah persepsi.

Banyak teman-teman langsung mendebat, ungkapan bahwa tidak ada hubungan langsung antara usaha atau ikhtiar dengan yang mana daripada rezeki. Mereka mengira usaha atau ikhtiar adalah awal dan akhir, dari kehadiran rezeki. Ketika mereka tidak sepaham dengan apa yang saya ucapkan, saya sangat’s kuatir akan muncul sikap menghakimi dan menilai salah-benar, sebelum argumen atau alasan rasional dimunculkan. Pada akhirnya, teman-teman yang sedikit bersabar untuk mendapatkan pemahaman, hanya manggut-manggut aja, tanpa komentar. Maklum saja, saya bukan ustadz atau kiayi, bahkan bukan pula akhli agama. Tapi, apa yang saya sampaikan ini cuma pengalaman hidup saya aja.

Sekedar berbagi pengetahuan, tidak kurang dan tidak lebih, bahwa untuk bisa paham atas usaha, ikhtiar dan rezeki, pertama-tama kita perlu memahami hakekat rezeki. Literatur keagamaan maupun pendapat para ahli agama Islam, menyebutkan bahwa Allah Swt. lah yang berkuasa atas rezeki manusia atau makhluknya. Jadi rezeki pada hakekatnya adalah berasal dari Allah, Tuhan kita. Rezeki bisa berwujud fisik (materi) dan bisa berwujud bukan materi. Sebagai contoh sederhana rezeki yang berwujud fisik, antara lain uang, mobil, rumah, tanah, kesehatan dan lain-lain. Kenapa kesehatan termasuk rezeki non fisik, karena sehat dan sakit itu ada dalam ranah jasmani alias fisik. Bahkan para ahli fisika kuantum mengungkapkan bahwa pikiran kita bersifat fisik (meski tidak bisa dilihat dengan kasat mata), karena pikiran masuk kategori energi (zat yang bergetar dan bergerak dari sebuah atom yang dikelilingi oleh proton, electron dan netron). Ketika kita berpikir, ada entitas (yang bersifat fisik) keluar dari sekujur tubuh kita, itulah energi. Semakin kita banyak berpikir, semakin berkurang energi dalam diri kita. Mekanisme kerjanya sama seperti Ha-Pe, ketika meng-SMS atau menelepon, ada energi yang keluar dari Ha-Pe kita itu. Bisa low bat, bo !. Bayangkan saja, jika proses berfikir ini dihubungkan dengan teori kekekalan energi (Newton) dan hukum tarik menarik energi (dimana pikiran positip akan menarik hal-hal yang bersifat positip. Dan sebaliknya, pikiran negatif akan menarik sesuatu yang negatip).

Sampai disini kira-kira pada ngerti nggak ya? Kalau belum, lanjutkan aja dulu membacanya. Jadi kita sedikit memahami, bahwa rezeki yang berwujud fisik begitu luas ruang lingkupnya, kata para ahli agama, seluas langit dan bumi, seluas alam semesta. Itu baru rezeki dalam bentuknya yang fisik. Sementara, pemahaman saya untuk rezeki yang non fisik antara lain hidup itu sendiri, kesempatan kita bisa mengalami kehidupan di muka bumi ini, adalah rezeki yang berwujud non fisik. Bener atau nggaknya, Tanya sama ahli tafsir agama. Para ahli sufi juga menegaskan bahwa rezeki, baik berwujud fisik maupun non fisik, ada pada hati nurani atau jiwa manusia. Bertawaqallah kepada Allah Swt, agar jiwa kita bersinar memancarkan rezeki dan nikmat yang tiada habis-habisnya.

Jadi jelas khan, pemahaman saya atas rezeki Allah Swt ? Nikmat Allah manalagi yang akan saya dustai? Kalau pemahaman saya tentang rezeki hanya melulu harta, tahta dan wanita (maklum saya laki-laki), alangkah sempit nikmat allah? Dari argumen di atas, saya bisa sedikit merangkum, bahwa rezeki adalah murni dari Allah Swt. Dan untuk mengenal Allah, maka kenalilah diri kita sendiri. Ketika kita mengenal Allah dalam diri kita yang paling dalam (hati nurani/jiwa), maka tidak ada yang mustahil bagi Allah, atas rezeki yang selalu eksis, bersama-sama diri kita, didalam diri kita semua. Sekali lagi, saya katakana, bahwa kita selalu hidup bersma rezeki yang sudah ada sejak kita lahir sampai hayat dikandung badan.

Jika kemudian muncul bertanyaan susulan, kalau memang benar rezeki itu sudah bersama-sama kita sejak lahir, kenapa ada yang kaya dan kenapa pula ada yang miskin? Menurut saya, pemahaman pertanyaan ini sangat’s lah dangkal. Karena rezeki manusia tidak hanya berupa fisik saja, tapi juga mencakup hal-hal yang bukan fisik (materi). Tapi kalau tokh kemudian kita menemukan ada orang yang pinter tapi miskin; ada orang bodoh tapi kaya; ada orang berpenghasilan pas-pasan, tapi punya isti lebih dari empat; ada seorang Ponari yang miskin dan belum selesai SD, dibutuhkan oleh ribuan orang; dan lain-lain.

Coba perhatikan atau teliti secara spiritual, bagaimana hubungan antara pikirannya dengan hati nurani (jiwa) nya ?. Pemahaman saya tentang fenomena-fenomena tersebut, mengatakan, bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah swt, ketika kita memahaminya dengan jiwa. Kalau saya memahaminya dengan pikiran rasional, pasti saya akan mengatakan itu semua bullshits, omong kosong, mustahil dan lain-lain. Pikiran saya mengatakan, mana ada orang pandai, miskin ?. Mana ada orang bodoh, bisa kaya? Mana ada orang semiskin Ponari, belum lulus SD lagi, bisa dibutuhkan orang se-Jawa Timur, gubernurnya aja kalah! Dan lain-lain.

Nah, sekarang coba kita analisa tentang usaha dan ikhtiar. Menurut pemahaman saya yang bukan ahli agama apalagi tahu tafsir Qur’an, bahwa usaha dan ikhtiar pada hakekatnya berbeda. Orang berusaha untuk hidupnya, berasal dari pikirannya yang rasional. Sementara, orang yang berikhtiar juga untuk hidupnya, berasal dari jiwa alias hati nuraninya. Berbedaan ini mengandung konsekuensi sunatullah, yaitu: Orang yang berusaha dengan pikirannya, kepentingannya adalah materi, pengen untung, pengen nggak rugi, pengen dipercaya, pengen dianggap sukses, pengen dihormati, pengen prestise dan lain-lain. Pikirannya mengatakan, bagaimana nanti aja ? pokonya, untung, nggak rugi, dipercaya orang, dianggap sukses, dihormati dan lain-lain.

Berbeda dengan orang yang berikhtiar. Tidak ada kepentingan yang bersifat fisik maupun non fisik, yang ada hanya tawaqal kepada Allah Swt, hidup dengan keberserahan diri kepada Allah Swt. Jiwa orang yang berikhtiar selalu berbisik, nanti bagaimana ?. Makanya bisikan ini menjadikan orang-orang yang berikhtiar selalu ikhlas terhadap apapun yang dilakukannya dan menyerahkan persoalan hidupnya kepada Allah swt. Jadi, coba kita bisa analisa fakta yang ada saja, bahwa ketika kita melihat orang berusaha (sebut saja berbisnis), ada yang untung dan ada yang bangkrut. Herannya lagi, orang yang bangkrut, justru modal usahanya milyaran, sementara orang yang untung, modalnya cuma jutaan rupiah saja. Mengapa hal ini terjadi, baca tulisan saya, Bisnis Identik dengan Keuntungan di KabarIndonesia!

Namun, bagi orang-orang yang ber-ikhtiar dengan tawaqal sebagai modal pokoknya, maka orang-orang ini tidak pernah dinyatakan bangkrut. Mengapa ? Ya, karena orang-orang yang berikhtiar tidak semata-mata mencari untung material atau non material, tidak takut rugi, tidak mencari prestise dan kehormatan lainnya, tidak kuatir dianggap bodoh, dan lain-lain. Orang-orang seperti ini akankah mengalami bangkrut ? Justru, jika kita memahami persoalan ini lebih dalam, maka apa yang sebenarnya diinginkan oleh setiap manusia di muka bumi ini, hanya akibat saja dari keberserahannya kepada yang Maha Sempurna, Allah Swt.

Lalu, apa dong, kesimpulan dari semua ini? Padahal awal tulisan ini mengisahkan kehidupan Anto, yang selalu ditagih hutang, sementara Anto sendiri nggak bisa melunasi hutangya? Jawabannya adalah dengan melahirkan pertanyaan lagi. Begini, siapa yang sedang bermain-main di dalam diri Anto, sekarang? Pikirannyakah atau Jiwanya? Lalu, siapa yang bertanggung jawab menyelesaikan masalahnya? Pikirannyakah atau Jiwanya? (Bekasi, 1 Maret 2009.Penulis adalah Staf Litbang YW Al Muhajirien Jakapermai, Bekasi)

Sumber :
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=19&jd=Rejeki,+Usaha+dan+Ikhtiar&dn=20090325232402
17 Mei 2009

Sumber Gambar:
http://ncc.blogsome.com/images/IbuibuPedagangPasarTerapung.jpg

Sabar Menjemput Rejeki


Sabar adalah wajib menutut kesepakatan umat Islam. Karena ia adalah separuh iman. Sebab iman ada dua bagian.;yang separuh berupa sabar dan separuhnya lagi berupa syukur

Hidup mandiri identik lepas dari biaya hidup orang tua. Hal itu terjadi pada diri saya. Tuntutan untuk menafkahi sendiri begitu besar pada saat menginginkan hidup mandiri. namun hal itu tak lepas dar dukungan dan do'a orang tua. Dengan mengandalkan ijazah dan keterampilan, saya ke sana kemari melamar pekerjaan yang layak dan sesuai dengan profesionalisme. Tapi apa tah daya, modal materi atau uang tak cukup untuk mendapatkan pekerjaan itu. Karena memang zaman sekarang, apabila tak punya modal kuat, pekerjaan layak tak bisa diperoleh. Ya meskipun tidak semua perusaahan seperti itu. Meskipun begitu, saya tetap yakin bahwa Allah lah yang mengatur rejeki dengan syarat berikhitar dan berdo'a kepada Nya. Keyakinan bahwa Allah akan memerikan jalan keluar dan sesuatu yang terbaik menjadi pegangan saya waktu itu untuk selalu berusaha dan berdo'a dengan sabar menjalaninya. Toh, kalaupun saya belum mendapatkan pekerjaan itu, tapi saya terus berusaha, pasti ada hikmah yang tersembunyi dan Allah menghendaki yang lain.

Rosulullah pernah mengatakan, "ada dosa yang tak bisa dibersihkan dengan shalat, zakat, puasa dan haji, tetapi bisa dibersihkan dengan kepedihannya mencari nafkah." saya menilai kesusahan mencari nafkah merupakan salah satu musibah yang di dalamnya terdapat ampunan besar apabila dijalani dengan kesabaran dan ketabahan. Dan itu merupakan kenikmatan dan rahmat dari Allah SWT. Dengan alasan itulah, saya terus menerus menjalani hidup ini meskipun kekurangan materi dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang pantas. Meskipun usaha saya tidak menghasilkan hal yang bersifat duniawi, tapi mudah-mudahan saya berharap usaha saya ini menghasilkan sesuatu yang abadi, yaitu kebahagiaan di akhirat.

Disisi lain, saya pun mensyukuri nikmat Allah yang tak henti-hentinya memberikan kesehatan lahir dan bathin sehingga bisa menikmati hidup ini dengan tentram. Tanpa harus stress memikirkan materi terus menerus. Saya sadar bahwa nikmat Allah yang paling besar yang wajib disyukuri adalah nikmat iman dan Islam dalam diri kita. Bukan kenikmatan materi semata. Harta kekayaan akan habis dan tidak bermanfaat jika tidak digunakan untuk kebaikan, tetapi iman dan isalam akan menjadi bekal utama yang akan menolong kita di yaumil hisab nanti. Untuk itu saya ingin berbagi dan saling mengingatkan, bahwa mencukupi kehidupan duniawi dan ukhrowi harus seimbang. Mutiara hikmah mengatakan, "bekerjalah untuk duniamu seolah oleh akan hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah olah akan mati besok." Nah, dengan kesabaranlah kita bisa mencapai keduanya, kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhirnya Hanya kepada Allah lah kita meminta, karena Allah adalah Maha Pemberi Rejeki.

Semoga tulisan in menjadi sebuah renungan bagi kita semua, untuk selalu bersabar dan bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Karena tak ada suatu masalah tanpa kehendak Nya, termasuk menjemput rejeki. Dan Allah juga tidak semata-mata mendatangkan kesulitan, kalau memang tidak sesuai dengan kesanggupan hamba Nya. Mudah-mudahan kita semua diberikan kemudahan dalam segala urusan oleh Allah SWT. Amin... (25 April 2007)

Sumber :
Dudu Badrussalam
http://www.eramuslim.com/oase-iman/sabar-menjemput-rejeki.htm
17 Mei 2009

Sumber Gambar:
http://www.detikfinance.com/images/content/2009/03/23/4/tambang-pekerja-reuters-dalam.jpeg

Mencari Rejeki dalam Naungan Allah


Harapan karunia Allah

Diantara perjuangan kita pada saat ini adalah bagaimana caranya untuk mempertahankan kehidupan di dalam era perkembangan yang modern ini. Dalam mencari kebutuhan hidup bukanlah suatu yang mudah untuk sekarang ini apalagi di tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan, ditengah ketidakpedulian dan keseriusan bagi pemerintah yang dihadapi oleh rakyat kebanyakan, maka kemudian kita harus kembali kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Dalam firman Allah SWT dapat diisyaratkan kepada kita bahwa salah satu cara untuk mampu mengatasi masalah yang kita hadapi sehari-hari adalah untuk selalu bergerak dan bergerak. Di dalam ayat tersebut ditunjukkan bagaimana kebiasaan orang quraisy itu untuk selalu berpindah-pindah dari suatu tempat diwaktu musim dingin ke negeri Yaman ataupun ke negeri panas pada saat musim tropis di Syam dan begitulah merupakan watak kaum quraisy, karena pada saat itu Kota Makkah dikenal suatu negeri yang tandus dan kering kerontang atau negeri yang tiada kehidupan dan negeri yang tidak mungkin orang bisa hidup, tetapi pada hari ini dengan cadangan minyak dunia yang tersebar di Saudi Arabia. Kalau kita bisa melihat keadaan ini sangat dipengaruhi oleh seorang sosok yang di dalam Al qur’an disebut dengan kholilullah yaitu Nabi Ibrahim as. Ketika Nabi Ibrahim as datang ke negeri Makkah, beliau berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT. Dalam do’anya sungguh luar biasa doa yang dibacakan oleh nabi Ibrahim as ini.

Di Saudi Arabia tidak kehilangan sumber daya alam dan hari ini mereka hidup dalam kemakmuran yang sangat luar biasa dan di dalam ekonomi internasional yang kita ketahui bersama bahwa Kolonialisme itu justru muncul dari negara-negara barat yang miskin akan sumber daya, mereka kemudian mengarungi laut untuk mendatangi negeri-negeri kaya akan alam dan sumber daya seperti negara Indonesia ini, yang kaya akan minyak bumi, gas, mineral, batu bara, emas, perak dan masih banyak lag! kekayaan yang lain. Tetapi kenapa kita masih miskin dan tidak mampu untuk mengolah dan memanfaatkannya.

Nabi Ibrahim as mengajarkan kepada kita agar di dalam mengelola kehidupan ekonomi yang harus kita ingatkan adalah kita keluar dari rumah untuk 24 Jam bekerja, tetapi kita melupakan yang mempunyai rejeki itu sendiri. Kunci langit dan bumi beserta segala isinya itu ada ditangan Allah SWT, jika kita mendapatkan rejeki maka sucikanlah Allah, pujilah Dia, rayulah Dia, sehingga hatinya bergerak untuk memberikan rejeki kita yang halal dan banyak. Oleh karena itu tidak lain kita diperingatan Allah SWT “ditangan-Nyalah terletak kunci, langit dan bumi“, kalau begitu kita hanya sekedar mengupayakan dan mengeluarkan keringat energi siang dan malam kita bertempur ternyata penghasilan kita hanya biasa-biasa saja dan pas-pasan saja karena sesungguhnya kita tidak meminta ijin kepada Allah SWT. Untuk itu marilah kita ubah cara pandang, bahwa bekerja keras itu bukanlah sesuatu yang salah, tetapi bekerja karena ijin Allah SWT akan merubah cara pandang kita.

Ada salah satu penelitian yang meneliti tingkat produktivitas umat Islam di perusahaan Jepang yang dilakukan oleh mahasiswa. Ada pertanyaan yang sangat sederhana apakah sholat dhuha meningkatkan produktivitas kerja atau tidak, karena di dalam melakukan sholat dhuha ada permintaan kita yang luar biasa dengan ucapan doa “Allahumma inna dhuha-a dhuha uka, wal baha-a bahaa uka wal jamaala jamaaluka wal quwwata quwwatuka, wal qudrata-qudratuka, wal ishmata ishmatuka, Allaahumma in kaana rizqii fis samaai faanzilhu, wa in kaana fil ardhi fa akhrijhu …..” Ya Allah, bahwasanya waktu dhuha itu waktu dhuha-Mu, kecantikan itu kecantikan-Mu, kekuasaan itu kekuasaan-Mu dan perlindungan itu perlindungan-Mu. Ya Allah jika rizqiku masih di atas langit, turunkanlah, jika ada di dalam bumi keluarkanlah …….”. Penelitian ini menunjukan sangat luar biasa apakah sholat dhuha itu dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Ada orang Bangladesh yang beberapa waktu lalu kita melihat disalah satu stasiun tv seorang yang bernama Yunus yang mendapatkan hadiah nobel dia membuat sebuah ide yang sangat cemerlang. Kemudian Yunus menyampaikan idenya “selama ini orang miskin tidak pernah mendapatkan akses perbankan bahkan ada orang miskin datang ke salah satu Bank termasuk bank syariah mereka tidak akan pernah mendapatkan pembiayaan, karena mereka selalu ditanya yang tidak masuk akal seperti : menanyakan tentang NPWP, SIUP dan legalitasnya usaha, tetapi buat Yunus karena dia mempunyai kemauan untuk merubah nasib bangsanya maka orang-orang miskin ini bisa mendapatkan pembiayaan tanpa harus mendapatkan persyaratan yang sangat sulit diperolehnya, siapa yang menjamin itu semuanya ternyata Yunusnya sendiri.

Sepintas kalau kita perhatikan sebenarnya para pengelola, usaha kecil menengah yang semestinya yang pantas untuk mendapatkan penghargaan dari negara. Mereka bukan obligor, mereka bukan yang menggunakan dana BLBI padahal mereka usaha berjuang dengan hasil keringatnya, tetapi justru mereka digusur. Padahal pada waktu pilkada UKM-UKM inilah yang memilih para gubenur, tetapi justru setelah terpilih mereka tidak diperhatikan oleh pemerintah.

Memadukan doa dan ikhtiar

Allah SWT menjanjikan kepada kita bahwa masih ada rejeki-rejeki Allah yang ghaib. Rejeki itu bisa kita dapatkan dengan cara-cara Islami Allah selalu mengatakan “wa yukii muunasholaata wa mimmaa rojaknaahurn yun fikun” dimana dikatakan bahwa infaq dan shadaqoh itu apabila kita berusaha maka Allah akan melipat gandakan apa yang kita ikhtiarkan tadi, dalam ilustrasi Al qur’an 1 berbuah menjadi 7, dan 7 akan menghasilkan 100. Atau 1 rupiah yang kita keluarkan, akan diganti oleh Allah menjadi 700 ratus kali lipat. Kalau ini kita menyakini insya Allah tidak ada lagi krisis ekonomi di negara kita. Kita jangan takut kepada kehidupan karena Allah SWT telah mentakdirkan dunia beserta segala isinya diwariskan kepada hamba-Nya yang beriman, oleh karena itu mintalah kepada Allah SWT, berjuanglah tetapi jangan pernah berdoa saja atau sebaliknya hanya berjuang saja tetapi mari kita padukan antara doa dan ikhtiar, kita jadikan fikir dan dzikir menjadi satu kesatuan yang seimbang. Khasanah yang diberikan masih begitu banyak, sebagaimana di negara Saudi Arabia lewat do’anya nabi Ibrahim as.

Marilah kita membangun ekonomi yang berbasis syariah
seperti apa caranya, kita harus menghadirkan yang disebut “maqashid syarriyyah” ada 5 parameter yang dijadikan sebagai tolak ukur, apakah kita ini telah mempratekan syariah atau tidak :

Terpeliharanya agama. Ketika kita akan berusaha apakah keyakinan kita ini dikorbankan atau tidak.
Terpeliharanya akal, jangan sampai kemudian apa yang kita nikmati membuat kita menjadi bodoh, jabatan dan harta yang kita miliki menjadi kehilangan kritis
Terpeliharanya jiwa, di dalam Al qur’an, Allah SWT telah mengilustrasikan siapa yang membunuh satu orang sama dengan membunuh seluruh umat manusia.
Terpeliharanya keturunan, bagaimana eksistensi keturunan kita menjadi lebih baik. Ada sebuah impian seorang ayah ketika dia sudah menjadi tua sangat mengharapkan ada generasi yang melanjutkan seperti mendo’akan orang tuanya.
Terpeliharanya harta.
Jika kelima parameter ini kita jadikan sebagai acuan dan pedoman insya Allah kita dapat memperkuat Aqidah dan muamalah. Mudah-mudahan Allah memberikan kepada kita rejeki yang berlimpah, rejeki yang luas serta rejeki yang banyak sehingga kita
mendapatkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Amin.

Sumber : Indah Mulya, No. 474 Th. VI 25 Mei 2008

Sumber :
http://mimbarjumat.com/archives/76
17 Mei 2009

Sumber Gambar :
http://www.formatnews.com/photo/1218415436petani08.jpg

Menjemput Rezeki



Mulanya sore itu saya tak sengaja mengahampiri dirinya. Itu pun karena saya dapat perintah dari kakak perempuan saya yang sedang sakit untuk minta dibelikan bubur ayam langganan saya itu. Sebenarnya saya ingin menolaknya! Dikarenakan saat itu saya lagi ada keperluan mendadak. Akhirnya (dengan) terpaksa keperluan saya itu pun saya tunda. Dari pada nanti sakit kakak perempuan saya itu tambah parah. Terpaksa saya sesegera mungkin membeli bubur ayam langganan saya itu. Ya, biasanya bubur ayam langganan saya setiap sore, ba’da ashar itu sudah mangkal di lapangan volley.

Mas Rizal namanya. Ia adalah penjual bubur ayam langganan saya tiap sore tiba. Entah kenapa tiap sore tiba saya selalu ingin mencoba bubur ayam Mas Rizal itu? Saya sendiri juga tak tahu. Itu pun jika uang disaku celana saya “stabil” dan lagi punya rezeki lebih. Pasti saya saya selalu membelinya! Bahkan jika saya sedang lapar luar biasa, bisa-bisa sampai menambah porsi. Bisa-bisa saya menambah dua piring mangkuk sekaligus jika saya masih lapar. Habis MAKNYUSSS sih!

Disayangkan sore itu saya tak lama-lama membelinya. Apalagi untuk seperti biasanya. Jika saya sudah berjumpa dengan Mas Rizal pasti saya bercakap-cakap lebih dahulu. Entah itu membicarakan tentang sembako yang sedang naiklah, kampung halamannyalah, masalah keadaan negara inilah bahkan sampai sampai menjurus masalah curhatan segala. Tapi saya tak menolak itu semua! Bagi saya terpenting jauh dari ghabah pasti saya akan sudi bercakap-cakan dengannya lebih lama lagi. Lain hal dengan sore itu saya tak bisa lama-lama bercakap-cakap dengannya. Lantaran sore itu cuaca tak lagi mau bersahabat dengan saya maupun dengan Mas Rizal yang sedang berjualan bubur ayam. Sejak siang langit terus mendung. Tanda akan turun hujan. Padahal sore itu saya ingin sekali bercakap-cakap dengannya. Namun apa daya keadaan menentukan lain.

Memang sejak Ramadhan tiba saya tak jumpa lagi dengannya. Dikarenakan ia pulang ke halaman kampungnya. Alias, mudik. Namun baru sore itu saya dapat disempatkan bertemu kembali oleh Yang Maha Kuasa untuk bisa berjumpa kembali dengan sesama saudara seiman saya. Yakni, Mas Rizal, si penjual bubur ayam!

Akhirnya sore itu saya tak meninggalkan kesempatan itu. Berbincang-bincang dengannya walau hanya sesaat. Padahal saat itu cuaca benar-benar tak mau kompromi dengan saya lagi. Tanda akan turun hujan makin jelas. Saya pun langsung menanyakan segalanya kepadanya? Dari menanyakan kabarnyalah? Lagi musim apa di kampungnyalah? Ramai tidak Lebaran dikampungnyalah? Sampai-sampai menanyakan kabar isterinya pula? Namun belum sampai ia menjawab pertanyaan dari saya semua, saya langsung tergoda dan tertuju dengan gerobak dorong bubur ayamnya yang sudah apik dan menarik dari sebelumnya. Apalagi ketika ekor mata saya melihat dan tertuju pada sebuah tulisan di kaca gerobak dorong bubur ayamnya yang begitu mengharu biru.

“Ini, Mas Rizal yang buat, ya?” tanya saya sambil memeperhatikan tulisan yang tertulis di kaca gerobak dorong bubur ayamnya yang diwarnai dengan cat yang begitu matching. Bukan itu saja tulisan itu pun mengandung filosofi serta tersirat makna yang dalam. MENJEMPUT REJEKI. Begitu yang saya lihat ketika tulisan itu tertera di kaca gerobak dorong bubur ayam Mas Rizal itu. Begitu mengharukan!

“Iya!” jawabnya lantang.

“Keren juga., Mas!” seru saya memuji tulisannya itu.

Tapi memang benar tulisan yang ia buat itu sangat bagus. Dan saya pun tidak mengada-ada. Apalagi memuji dengan kebohongan.

“Lha, kan sesuai dengan saya kerjakan sekarang. Lagi sedang menjemput rejeki. Berjualan bubur ayam!” jawabnya lagi sambil membuat pesanan saya.

Saya pun berdiam sejenak.

Memikirkan apa yang dikatakan olehnya barusan.

“Benar juga yang dikatakan Mas Rizal, ” gumam saya dalam hati. Memahami tentang apa yang barusan ia katakan kepada saya. Saya pun akhirmya menyadari hal itu. Ternyata rezeki walau pun sudah ada yang mengatur tetapi sebagai umatNya patut harus menjemput rejeki itu. Menyamparinya. Berikhtiar. Berusaha. Tidak hanya dengan berdoa saja tanpa ada action (aksi) yang memadai. Bagimana cara mendapatkan rejeki itu yang sudah Tuhan atur? Masa sih hanya berdoa saja tanpa ada kerja keras. Berusaha untuk mencapainya. Lagi pula mana mungkin rejeki bisa jalan sendiri. Atau, bisa “jatuh” secara tiba-tiba tanpa dijemput. Sepertinya mustahilkan itu bisa terwujud.

“Benar juga ya apa Mas Rizal bilang, ” ucap saya sambil tersenyum melihat antusiasnya ia mengatakanya kepada saya.

Memang sih rezeki Tuhan yang mengaturnya sesuai dengan ketentuanNya. Walau pun sampai dikejar sampai ke ujung gunung kalau rejekinya hanya sampai segitu saja ya apa boleh dikata? Hanya Dia-lah Yang Tahu Segala-galanya. Masa sih harus mengeluh juga padahal rezeki sudah DIA yang mengatur? Dan juga sebagai umatNya haruslah patut menjemput rejekiNya itu. Jangan hanya minta dikabulkan saja tapi usaha tidak ada. Ya, itu sih sama saja bohong! Seperti pepatah mengatakan: Mengharapkan Rejeki (uang) Jatuh dari Langit. Entah langit yang mana saya sendiri juga kurang tahu? Memang rejeki manusia yang mengatur? Mustahilkan…?

Untuk konkritnya ambil saja contohnya tidak jauh-jauh. Yakni, Mas Rizal si penjual bubur ayam langganan saya tiap sore tiba. Ia menjemput rejekiNya sendiri. Walau ia sendiri sudah tahu bahwa Yang Maha Kuasa sudah mentakdirkan rejekinya hanya sampai di situ. Tapi Mas Rizal masih tetap berusaha. Menjual bubur ayamnya. Coba kalau ia tidak usaha. Tidak berikhtiar. Tidak berjualan bubur ayam misalkan? Mana mungkin ia akan mendapatkan rejekinya itu. Halnya sesuai dengan apa yang ia tulis di kaca gerobak dorong bubur ayamnya yang bertuliskan: MENJEMPUT REJEKI. Tanpa usaha berjualan bubur ayam ia tak akan mungkin mendapatkan rezekinya itu. Menjemput rezeki seperti apa yang ia tulis di kaca gerobak dorong bubur ayam! (Kampung Rawa, Keb-Lama, 06 November 2007).

Sumber :
Fiyan Arjun
http://www.eramuslim.com/oase-iman/menjemput-rezeki.htm
14 Mei 2009

Sumber Gambar :
http://farm3.static.flickr.com/2140/2351201837_f28eee1b71.jpg?v=0